A.
Tahap
perkembangan empati AUD
Empati sebagai kemampuan untuk manusia
telah tampak sejak awal kehidupan. Potensi ini akan berkembang sejalan dengan
peningkatan usia anak melalui lingkungan. Perkembangan empati anak perlu
mendapatkan stimulasi sesuai perkembangannya. Contohnya saja bayi baru lahir
merespon tangis bayi lain dengan menangis sendiri. ( oatley da jennkins, 1996
). Tangis yang ditampilkan merupakan respon empati dasar untuk perkembangan
empati mereka lebih lanjut. Empati ini disebut Empati global (hoffiman, dalam
Oatley and Jennkins, 1996) : Shapiro, 1997 dan Pratiwi, dkk.1997 ).
dengan empati, anak akan mengerti bahwa tidak semua
keinginannya melalui orang lain dapat terpenuhi. Dengan empati anak akan mampu
membina hubungan dan diterima oleh orang lain. anak dapat diajarkan untuk
berempati kepada orang lain sejak dini. Usia balita merupakan usia yang paling
tepat menanamkan sikap empati. ”Justru empati ini harus dilatih sejak
kanak-kanak. Hal ini akan memicu anak untuk memiliki pengertian terhadap
perasaan orang lain,”
Pada dasarnya setiap anak sudah
memiliki kepekaan (empati) masing-masing pada dirinya, hanya hal tersebut
tergantung bagaimana cara si anak maupun orangtua mengasahnya. Dengan demikian, terbentuk karakter yang baik. Oleh karena itu, orangtua
ataupun guru sangat dianjurkan untuk menanamkan sifat empati kepada anak. Bibit
empati sebenarnya sudah terlihat sejak si bayi lahir. Orangtua mungkin pernah
melihat dua orang bayi di dalam satu ruangan. Ketika salah satunya mulai
menangis, bayi yang lain seolah-olah terdorong untuk bereaksi sama. Ini
menunjukkan empati, meski masih dalam bentuk yang paling dasar. Mereka mampu
berbagi emosi dengan orang lain. Saat menjelang usia satu tahun bentuk empati
itu semakin nyata.
secara naluriah anak sudah mengembangkan
empati sejak ia masih bayi. Awalnya empati yang dimiliki sangat sederhana,
yakni empati emosi. Misalnya, pada usia 0-1 tahun, bayi bisa menangis hanya
karena mendengar bayi lain menangis. Barulah di usia 1- 2 tahun, anak menyadari
kalau kesusahan temannya bukanlah kesusahan yang mesti ditanggung sendiri. ”Malahan pada sebagian besar anak balita,
secara naluriah ia mencoba meringankan penderitaan orang lain,” , hanya perkembangan kognitif atau intelektualnya belum matang,
maka anak menunjukkan kebingungan empatik. ”Contohnya, ketika balita melihat temannya menangis, mula-mula ia
bingung dan hampir ikut menangis. Tetapi, kemudian ia mendekati temannya dan
mulai menghiburnya,”
Carolyn
membagi tahap perkembangan empati anak usia satu tahun ke dalam tiga golongan
usia. Golongan pertama, yaitu anak usia 13-15 bulan. Lebih dari setengah
responden batita mencoba memeluk, menepuk, atau menyentuh orang lain yang
sedang kesusahan. Para peneliti menyebut perilaku ini sebagai perilaku
pro-sosial.
”Artinya,
mereka tidak hanya merespons emosi yang dilihat, tetapi juga mencoba untuk
membantu orang lain merasa lebih baik. Tidak berarti batita menunjukkan empati
setiap saat. Hal ini menandakan gejala awal empati,” Kemudian golongan
kedua, yaitu anak usia 18-20 bulan. Perilaku pro-sosial batita semakin
bertambah. Cara mereka menunjukkan perilaku ini juga semakin bervariasi.
Beberapa dari responden memberikan respons verbal. Ada juga yang membagi barang
miliknya, membawakan plester atau selimut, dan membantu dengan cara lain.
Terakhir, golongan anak usia 23-25 bulan. Batita menunjukkan perilaku lebih
dari sekadar empati. Mereka memperlihatkan perhatian dan membantu orang lain
tanpa diminta oleh ibu atau pengasuh.
Tahap – tahap perkembangan empati
berlangsung sekitar usia satu sampai dua tahun. Umumnya pada pertengahan tahun kedua seorang anak, ia akan
mampu menunjukkan kasih sayang yang nyata pada orang lain, Pada usia ini anak sudah mulai menyadari kesusahan orang
lain namun mereka mereaksikan sebagai kesusahan diri mereka sendiri. Di usia
tiga sampai empat tahun anak sudah mulai menunjukkan perasaan empati dan
mengerti terhadap anak lain dan orang
dewasa ( Curtis, 1998 : 40 ). Disisi lain Borke mengatakan bahwa anak usia tiga
tahun dapat mengerti perasaan orang lain
dan semua anak usia lima tahun dapat menunjukkan gambar orang dewasa dan
anak dalam situasi yang sulit.
Pada
pra sekolah (sekitar usia 4-5 tahun) anak-anak yang agresif dan perusuh
menunjukkan rasa peduli yang sama dengan teman-teman mereka. Beberapa tahun
kemudian anak-anak dengan masalah perilaku baru menunjukkan kepedulian yang
kurang terhadap si orang dewasa yang terluka.
B.
Usaha-usaha
sekolah dalam pengembangan empati AUD
Sekolah
mulai dari tingkat yang paling rendah sampai tingkat paling tinggi harus
berperan sebagai agen pengembangan empati anak yang petut di teladani oleh
lembaga pendidikan lain.
Berbagai upaya yang
dilakukan oleh guru dalam mengembangkan empati di sekolah Khusus nya d taman
kanak-kanak diantaranya dengan bercerita, bernyanyi, bersajak, dan berkarya
wisata, tetapi disesuaikan dengan tema yang terdapat dalam kurikulum
pembelajaran sebagai panduan guru menyampaikan pembelajaran di Taman
Kanak-kanak. Sehingga pengembangan empati untuk anak usia Taman Kanak-kanak
berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan dan selanjutnya upaya-upaya lain
dapat dipergunakan untuk meningkatkan motivasi pengembangan empati untuk anak
usia Taman Kanak-kanak.
Beberapa usaha yang dapat di lakukan
sekolah untuk pengembangan empati anak adalah sebagai berikut :
1. Sekolah
memberikan kesempatan kepada anak untuk menunjukkan kepedulian kepada orang
lain, bentuk kepribadian anak yang perlu di stimulasi sekolah adalah membantu
orang lain yang mengalami kesulitan, bersedekah kepada orang lain, menunjukkan
perhatian terhadap kesulitan orang lain, menjenguk teman yang sedang sakit,
menjenguk keluarga dan tetangga yang mendapat musibah dan menghibur orang lain
yang kemalangan. Cara lain yang di anjur kan adalah melibat kan anak dalam
berbagai kegiatan social atau kemasyarakatan, seperti bergotong royong untuk
membangun tempat ibadah, membersih kan jalan umum dan bekerja di posko bencana
alam
2. Menciptakan
suasana emosional yang kondusif di sekolah seperti suasana menghargai,
menerima, menyayangi, memperlakukan anak dengan kasihdan membantu atau menghibur
anak ketika mereka mengalami kesulitan dengan kasih, suasana kondusif yang
tercipta di sekolah kan menimbulkan perasaan di terima, di hargai, di cintai,
di sayangi dan pada akhirnya akan mendorong anak untuk menyayangi , mencintai
dan menghargai orang lain
3. Sekolah
mengembangkan kegiatan bermain peran untuk anak tentang tingkah laku social
seperti bermain peran untuk anak tentang tingkah laku social seperti bermain
peran sebagai dokter, perawat dan pekerja social. Bermain peran merupakan salah
satu cara untuk mengembangkan empati anak dan mendorong anak untuk mengkopi
perasaan emosional orang lain dengan kuat, melalui peran yang di mainkan anak
mereka dapat belajar menghargai dan menyayangi orang lain
4. Sekolah
secara khusus personil sekolah menyediakna modal perilaku social yang positif.
Bentuk perilaku social yang perlu di modali sekolah, misalnya guru menyampaikan
perilaku yang suka membantu orang lain, menghormati orang lain, memperlaku kan
orang lain di depan anak dengan kasih
sayang , menganjurkan untuk pengembangan empati anak dengan mengajari anak
untuk elakukan perbuatan baik secara acak
5. Memberikan
penguatan respons, empati yang di tunjukkan anak kepada orang lain. Pemberian
penguatan ini penting melakukan respon tingkah laku yang di beri penguatan akan
cenderung di ulangi anak pada akhir nya menjadi tingkah laku anak sendiri.
6. Sekolah
menyedia kan berbagai sarana atau media yang mendorong empati anak seperti
buku-buku, film-film bertema social, kegiatan keagamaan, wirid pengajian,
shalat berjamaah di sekolah, diskusi-diskusi bertema social dan latihan dan
respon permasalahan atau kesulitan orang lain secara positif
7. Sekolah
mengadakan secara berkala lomba mengarang yang bertema kasih saying terhadap
orang lain, melalui lomba seperti itu akan mendorong anak memusat kan perhatian
dan kasih saying kepada orang lain
8. Bagi anak
yang masih kecil dapat di lakukan dengan membaca cerita-cerita dan bercerita
dengan anak dengan tema kasih saying dan kemudian meminta anak bercerita yang
bertema sosial
0 komentar:
Posting Komentar